Sabtu, 11 Desember 2010
Melirik LURIK
Lurik, kain yang dikenal dengan motif loreknya dibuat dengan benang katun yang dipintal dengan menggunakan tangan dan alat tenun gedog. Saat ini lurik sudah diproduksi menggunakan alat tenun bukan mesing (ATBM) yang dapat meghasilkan kain lurik selebar 150 cm. Meskipun demikian bahan dasarnya masih berupa benang katun yang dipintal secara modern. Apabila sebuah kain bermotif seperti lurik, namun menggunakan benang sintesis, polyester misalnya, kain tersebut bukan lagi dalam kategori kain lurik.
Kain lurik merupakan kain serba guna. Selain digunakan sebagai pakaian sehari-hari, lurik saat juga digunakan sebagai perlengkapan interior. Semakin lama usia kain lurik, teksturnya semakin lembut sehingga semakin nyaman digunakan. Di lingkungan kerato Yogyakarta, kain lurik umumnya digunakan sebagai kemben, surjan, atau beskap, serta pada upacara adat seperti siraman, ruwatan, labuhan, dan mitoni. Bahkan raja pun mengenakan busana dari kaib lurik, utamanya bermotif udan riris. Sampai sekarang prajurit keraton masih menggunakan lurik sesuao dengan kelompok pasukan, mantrijeron, patangpuluh, atau ketanggung. Masing-masing mempunyai komposisi garis dan warna yang berbeda.
Konon awalnya, lurik hanya terdiri atas dua warna saha, yaitu hitam dan putih dalam corak garis-garis atau kotak-kotak. Yang membedakan hanyalah susunannya. Misalnya lurik telupat (tiga empat), coraknya terdiri atas 3 garis dan 4 garis berwarna biru tua yang berselang-seling, dengan kain dasar berwarna hitam. Angka 3 dan 4 dijumlahkan menjadi 7, yang merupakan angka keramat dalam kepercayaan Jawa. Angka 7 (pitu) bisa berarti kemakmuran, pitulungan (pertolongan), pituduh (petunjuk), atau pitutur.
Masing-masing komposisi warna dan garis kain lurik mempunyai nama tertentu.Misalnya lurik telupat akan berbeda corak dengan sulur ringin, sodo sak ler, dan sebagainya. Inilah salah satu kekayaan kain tradisional Nusantara. Mari, cintai dan lestarikan kain tradisional ini dengan kreasai busana yang dapat kita kenakan sehari-hari, yang tentu saja tidak kalah modisnya dengan kain yang lain.
by: Eni Anjayani
Kain lurik merupakan kain serba guna. Selain digunakan sebagai pakaian sehari-hari, lurik saat juga digunakan sebagai perlengkapan interior. Semakin lama usia kain lurik, teksturnya semakin lembut sehingga semakin nyaman digunakan. Di lingkungan kerato Yogyakarta, kain lurik umumnya digunakan sebagai kemben, surjan, atau beskap, serta pada upacara adat seperti siraman, ruwatan, labuhan, dan mitoni. Bahkan raja pun mengenakan busana dari kaib lurik, utamanya bermotif udan riris. Sampai sekarang prajurit keraton masih menggunakan lurik sesuao dengan kelompok pasukan, mantrijeron, patangpuluh, atau ketanggung. Masing-masing mempunyai komposisi garis dan warna yang berbeda.
Konon awalnya, lurik hanya terdiri atas dua warna saha, yaitu hitam dan putih dalam corak garis-garis atau kotak-kotak. Yang membedakan hanyalah susunannya. Misalnya lurik telupat (tiga empat), coraknya terdiri atas 3 garis dan 4 garis berwarna biru tua yang berselang-seling, dengan kain dasar berwarna hitam. Angka 3 dan 4 dijumlahkan menjadi 7, yang merupakan angka keramat dalam kepercayaan Jawa. Angka 7 (pitu) bisa berarti kemakmuran, pitulungan (pertolongan), pituduh (petunjuk), atau pitutur.
Masing-masing komposisi warna dan garis kain lurik mempunyai nama tertentu.Misalnya lurik telupat akan berbeda corak dengan sulur ringin, sodo sak ler, dan sebagainya. Inilah salah satu kekayaan kain tradisional Nusantara. Mari, cintai dan lestarikan kain tradisional ini dengan kreasai busana yang dapat kita kenakan sehari-hari, yang tentu saja tidak kalah modisnya dengan kain yang lain.
by: Eni Anjayani
Langganan:
Postingan (Atom)